Kiai Haji Mohammad Hasjim Asy'ari lahir di Jombang, Jawa Timur, 14 Februari 1871 dan wafat di Jombang 21 Juli 1947 pada usia 76 tahun. Sang kiai selanjutnya dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang.
KH Hasjim Asy'ari. (Dok wikipedia)

REMBANGCYBER.net - Berbagai peristiwa penting terjadi pada tanggal 14 Februari, salah satunya yang paling menonjol adalah kelahiran pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratus Syaikh Hasjim Asy'ari.

Guna menambah wawasan, Rembangcyber mengetengahkan sosok KH Hasjim Asy'ari tersebut sebagaimana kami kutip dari wikipedia.org.

Kiai Haji Mohammad Hasjim Asy'ari lahir di Jombang, Jawa Timur, 14 Februari 1871 dan wafat di Jombang 21 Juli 1947 pada usia 76 tahun. Sang kiai selanjutnya dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang.

KH Hasjim As'ari adalah salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia  yang merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di dunia.

Di kalangan Nahdliyin dan ulama pesantren ia dijuluki dengan sebutan Hadratus Syeikh yang berarti maha guru.

Silsilah
KH Hasjim Asy'ari adalah putra ketiga dari 10 bersaudara. Ayahnya bernama Kiai Asy'ari, pemimpin Pondok Pesantren yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah.

Sementara kesepuluh saudaranya antara lain: Nafi'ah, Ahmad Saleh, Radiah, Hassan, Anis, Fatanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi dan Adnan.

Berdasarkan silsilah garis keturunan ibu, KH Hasjim Asy'ari memiliki garis keturunan dari Sultan Pajang Jaka Tingkir dan juga mempunyai garis keturunan dari raja Majapahit, Raja Brawijaya V (Lembupeteng).

Berikut silsilah KH Hasjim Asy'ari berdasarkan garis keturanan ibu:

KH Hasjim Asy'ari putra Halimah putri Layyinah putri Sihah putra Abdul Jabar putra Ahmad putra Pangeran Sambo putra Pengeran Benowo putra Joko Tingkir (Mas Karebet) putra Prabu Brawijaya V (Lembupeteng).

Ia menikah tujuh kali dan kesemua istrinya adalah putri dari ulama. Empat istrinya bernama Khadijah, Nafisah, Nafiqah, dan Masrurah.

Salah seorang putranya, Wahid Hasyim adalah salah satu perumus Piagam Jakarta yang kemudian menjadi Menteri Agama, sedangkan cucunya, Abdurrahman Wahid, menjadi Presiden Indonesia.

KH Hasjim Asy'ari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kiai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, ia berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.

Pada tahun 1892, KH Hasjim Asy'ari pergi menimba ilmu ke Mekah, dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Ahmad Amin Al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf, dan Sayyid Husein Al-Habsyi.

Di Makkah, awalnya KH Hasjim Asy'ari belajar di bawah bimgingan Syaikh Mafudz dari Termas (Pacitan) yang merupakan ulama dari Indonesia pertama yang mengajar Sahih Bukhori di Makkah.

Syaikh Mafudz adalah ahli hadis dan hal ini sangat menarik minat belajar KH Hasjim Asy'ari sehingga sekembalinya ke Indonesia ia mendirikan pesantren yang sangat terkenal dalam pengajaran ilmu hadis.

Ia mendapatkan ijazah langsung dari Syaikh Mafudz untuk mengajar Sahih Bukhari. Syaikh Mahfudz merupakan pewaris terakhir dari pertalian penerima (isnad) hadis dari 23 generasi penerima karya ini.

Selain belajar hadis ia juga belajar tassawuf (sufi) dengan mendalami Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah.

KH Hasjim Asy'ari juga mempelajari fiqih madzab Syafi'i di bawah asuhan Syaikh Ahmad Katib dari Minangkabau yang juga ahli dalam bidang astronomi (ilmu falak), matematika (ilmu hisab), dan aljabar.

Pada masa belajar pada Syaikh Ahmad Katib inilah KH Hasjim Asy'ari mempelajari Tafsir Al-manar karya monumental Muhammad Abduh.

Pada prinsipnya ia mengagumi rasionalitas pemikiran Abduh akan tetapi kurang setuju dengan ejekan Abduh terhadap ulama tradisionalis.

Gurunya yang lain adalah termasuk ulama terkenal dari Banten yang mukim di Makkah yaitu Syaikh Nawawi al-Bantani. Sementara guru yang bukan dari Nusantara antara lain Syaikh Shata dan Syaikh Dagistani yang merupakan ulama terkenal pada masa itu.

Pada tahun 1899, sepulangnya dari Mekah, KH Hasjim Asy'ari mendirikan Pesantren Tebu Ireng, yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad XX.

Pada tahun 1926, KH Hasjim Asy'ari menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nadhlatul Ulama (NU), yang berarti kebangkitan ulama. (Tim RC)

Sumber: Wikipedia

Kirim Komentar: