Ketua Dewan Kehormatan PWI Jateng, Sri Mulyadi menjadi saksi ahli pada sidang kekerasan terhadap wartawan di Rembang, Selasa (20/6)/Rom. |
REMBANG, rembangcyber.com - Sidang kelima kasus kekerasan terhadap wartawan di Rembang kembali digelar di Pengadilan Negeri Rembang pada Selasa (20/6) siang. Sidang yang dipimpin Hakim Antyo Harri Susetyo masih pada tahap mendengarkan keterangan saksi-saksi.
Jaksa Penuntut Umum pada sidang kali ini menghadirkan tiga saksi, dua diantaranya dari PJB Sluke dan satu saksi dari Dewan Kehormatan PWI Jateng sebagai saksi ahli.
Dua saksi dari PJB adalah Yudi Bagaskara selaku General Manager PT PJB UBJOM Rembang (PJB Sluke) dan Partini, administrator PJB .
Sedangkan bertindak sebagai saksi ahli adalah Sri Mulyadi yang menjabat sebagi Ketua Dewan Kehormtan PWI Jawa Tengah.
Pada persidangan itu Yudi mengaku tahu ada keributan pada saat korban kecelakaan kerja di PLTU hendak dibawa keluar dari Instalasi Gawat Darurat di RSUD dr R Soetrasno Rembang untuk dirujuk. Namun Yudi mengaku kurang mengikuti insiden itu lantaran ia lebih fokus pada penanganan ke empat korban.
“Prioritas saya bukan rekan-rekan wartawan, tetapi fokus pada penanganan empat orang karyawan (korban kecelakaan kerja) kami yang akan dirujuk,” ucapnya.
Yudi menambahkan saat kejadian ia mengaku hanya tahu Wisnu (Radar Kudus) yang berada di TKP. Terkait adanya wartawan lain yang di TKP ia mengaku tak mengetahuinya dengan alasan tidak kenal dan juga tidak ada yang meminta ijiin peliputan kepadanya serta tidak mengenakan ID card.
Sementara itu, Partini dalam kesaksiannya membantah keterangan saksi sebelumnya yakni Jamal A Garhan yang menyatakan melihat dirinya berdiri di depan pintu UGD, menghalangi, dan memberikan perintah kepada sejumlah karyawan PLTU agar melarang para wartawan untuk meliput.
“Saya tidak punya pikiran sama sekali kalau di situ ada wartawan. Bagaimana bisa melarang, sedangkan saya tidak tahu,” terangnnya menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum.
Sedangkan Sri Mulyadi yang beetindak sebagai saksi ahli dalam keterangannya mengatakan bahwa wartawan dalam melaksanakan profesinya di lindungi oleh Undng-Undang.
Ia juga menyebut Rumah Sakit merupakan ranah publik, sehingga untuk peliputan di sana tidak perlu ijin dari pihak PJB seperti yang dikatakan Yudi.
"Soal izin meliput kejadian, seorang wartawan bisa jadi perlu izin tetapi juga bisa tidak. Pada kasus wartawan dengan karyawan PLTU Sluke di RSUD dr R Soetrasno, tidak harus izin. Jika harus izin liputan mesti dari pihak rumah sakit bukan PJB. Jika ada pelarangan harus dipertanyakan.
Jika pelarangan dilakukan secara baik-baik, mungkin wartawan akan menghormati. Tetapi misalnya pada saat liputan berita yang tidak terencana, misalnya kecelakaan lalu lintas, wartawan tidak perlu izin. Baru nanti guna kelengkapan dan faktualitas, wartawan akan menghimpun data dan konfirmasi,” terang Sri Mulyadi.
Mengenai wartawan tidak mengenakan ID card saat bertugas, menurut Mulyadi, perlu dilihat dua hal, yakni apakah wartawan hadir pada kejadian yang sifatnya terencana atau by design dan kejadian yang spontan atau by accident.
“Kalau pada kejadian terencana wartawan tidak bawa ID card, itu perlu dipertanyakan. Tetapi pada kejadian yang by accident, boleh tidak pakai ID card karena mungkin lupa membawa. Tetapi pada saat konfirmasi atas sebuah berita, maka seorang wartawan harus jelas identitasnya,” imbuhnya.
Sidang kasus kekerasan terhadap wartawan dengan terdakwa seorang karyawan PJB atasnama Suryono warga Desa Grawan Kecamatan Sumber akan dilanjutkan kembali usai libur panjang, Juli mendatang. (Rom)
Kirim Komentar: