![]() |
Diskusi Praktik-praktik Baik Pengelolaan Dana Desa oleh SMT Yogyakarta. (Rom/Rembangcyber) |
Ketua Lontar institute, Bambang Priyantoro mengatakan, ide diskusi berawal dari keraguan banyak pihak tentang kapasitas desa dalam mengelola dana desa.
"Keraguan ini harus dijawab dengan bukti bahwa sudah banyak desa yang mampu mengelola dana desa untuk kesejahteraan masyarakat. Ruang ini sudah disediakan melalui landasan yang kuat yaitu Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang sejatinya membawa misi mulia, yaitu adanya transformasi ekonomi politik di desa yang diharapkan bisa mendorong kemandirian dan kesejahteraan bagi masyarakat desa," ucapnya, Selasa.
Bambang menambahkan, dengan UU Desa, desa didorong menjadi lebih demokratis secara politik dan mandiri secara ekonomi dengan mengoptimalkan aset yang dimilikinya.
"Desa diberikan keleluasaan merumuskan kewenangan yang bisa dijalankan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Untuk menjalankan kewenangannya, desa mendapatkan transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari APBN yang kemudian disebut dengan dana desa sebagai salah satu sumber pendapatan APBDesa," tambahnya.
Selain dana desa, lanjut Bambang, sumber-sumber pendapatan desa yang lain adalah pendapatan asli desa, bagi hasil pajak dan retribusi daerah, alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota, bantuan dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, serta hibah dan sumbangan tidak mengikat dari pihak ketiga.
"Jadi dana desa merupakan hak desa yang mesti dipenuhi oleh pemerintah pusat dalam rangka mendorong konsolidasi pembangunan, mendorong kemandirian, dan kesejateraan desa. Selanjutnya desa harus menyusun prioritas pembangunan yang dialokasikan dalam APBDesa. Prioritas pembangunan harus disepakati dalam musyawarah desa (Musdes) dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat," tegasnya.
Salah seorang peserta diskusi yang juga Kepala Desa Dasun Kecamatan Lasem, Sujarwo, mengatakan dibutuhkan keberanian kepala desa untuk meyakinkan masyarakat bahwa desa bisa mewujudkan mimpi besar untuk menyejahterakan warganya.
"Kita tidak boleh cepat “masuk angin”, kita harus berani mewujudkan visi misi yang sudah kita janjikan. Dalam menjalankan tugas membangun desa, jangan pernah lupakan semangat untuk menyejahterakan warga desa. Yang terpenting, kita harus memiliki terobosan yang mampu membuat warna dalam optimalisasi aset dan potensi desa. Jika saja UU Desa sudah diberlakukan 20 tahun yang lalu, saya yakin Indonesia sudah menjadi negara yang maju sekarang," ucapnya.
Kabid Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Dinpermades Kabupaten Rembang, Mahfudz, mangatakan selama ini Pemkab Rembang sudah melakukan program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ketika kesejahteraan meningkat, maka angka kemiskinan akan menurun.
"Dengan dana desa, persoalan yang ada di desa saat ini sudah terfasilitasi," ucapnya.
Mahfudz menambahkan masalah terbesar adalah bagaimana pemangku kekuasaan konsisten memperjuangkan kesejahteraan desa.
“Terkadang kita gagal dalam membangun desa karena kita bingung dalam menentukan dari mana kita harus membangun,” tegasnya.
Deputi Pengembangan SDM dan Kelembagaan IRE Yogyakarta, Sugeng Yulianto, mengatakan lahirnya UU Desa memberikan kesempatan bagi desa dalam mendayagunakan aset dan potensi yang ada. Selain itu, desa juga dibekali modal atau materi yang digunakan sebagai “sangu” dalam membangun desa.
"UU Desa memungkinkan desa membangun aspek ekonomi dan sosial desa. Selain uang, desa juga dibekali dengan ruang untuk evaluasi terhadap praktik pembangunan yang sudah dijalankan. Meskipun dalam pelaksanaannya, belum sepenuhnya spirit UU Desa dapat dijalankan.
Dengan adanya UU Desa, desa diberikan kesempatan untuk memikirkan nasib desa ke depannya," ucapnya.
Dengan UU Desa, tambahnya, masyarakat diberikan kesempatan untuk mendiskusikan program yang akan dijalankan dengan dana desa yang ada. Kemanfaatan yang ada tidak hanya dirasakan oleh pihak yang terlibat langsung dalam membangun desa, tetapi masyarakat juga dapat merasakan kemanfaatan tersebut.
"Ke depan dengan adanya dana desa, desa tidak lagi tergantung pada pusat. Desa sudah diberikan hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Oleh karena itu, kekhawatiran yang ada perlu untuk dikesampingkan dan bahkan dihilangkan. Terlepas dari berbagai keberagaman regulasi yang ada, warga desa harus tetap optimis dalam menyongsong masa depan desa," tegasnya.
Pengasuh Sanggar Maos Tradisi, Arie Sujito, menjelaskan bahwa kewenangan yang dimiliki desa harus ditopang dengan partisipasi masyarakat.
“Dengan lahirnya dana desa, desa seolah mendapat suntikan vitamin dalam membangun desa. Memperjuangkan kewenangan bagi desa lebih sulit ketimbang mengalokasikan dana desa,” ungkap Arie.
Arie menambahkan, pemuda sebagai aktor dalam desa juga mampu membangun desa. Apabila mengikuti pernyataannya Pak Jokowi, dengan dana desa diharapkan perekonomian desa mampu berputar.
"Yang perlu dikukan adalah menghadirkan pendamping desa untuk menjawab kebingungan yang dihadapi oleh desa. Pelajaran yang saya petik dari UU tentang Desa adalah bagaimana membuat orang desa nyaman tinggal di desa. Perangkat desa kadang sibuk dengan urusan administratif sehingga mereka bingung dalam menjalankan mana yang harus diutamakan. Pemerintah pusat perlu menyusun juklak pelaksanaan PKT sehingga desa tidak kebingungan dalam memahami PKT," tegas Arie.
Yang perlu diperbaiki ialah peraturan turunan terkait pelaksanaan UU tentang Desa. Saat ini desa bisa menyelesaikan masalah dengan berkolaborasi dengan desa lain.
“Simpelnya UU Desa hadir untuk membuat generasi muda betah dan nyaman tinggal di desa. Bagaimana kemudian rakyat sibuk? Hidupkan BUMDes dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kemanfaatan bagi warga desa. Maju mundurnya desa ada di partisipasi warga desa,” tegasnya lagi.
Menurut Arie, formulasi kebijakan yang kurang transparan membuat lemerintah desa terjebak pada urusan-urusan teknis administratif. Pemerintah desa harus saling bersinergi dan bekerja sama. Penerapan pemanfaatan dana menjadi sebuah keputusan politk.
"Pengelolaan dana desa jangan sampai hanya terjebak pada urusan adminsitatif. Rakyat perlu dibuat untuk memiliki setiap hal yang ada di desa. Yang kita butuhkan saat ini adalah mulai mengorganisir masyarakat seperti karang taruna, perkumpulan RT atau RW. Yang penting ialah harus ada komitmen politik untuk membangun desa. Semuaya tidak sulit selama kita memiliki komitmen bersama untuk bergerak maju," pungkasnya.
Sekilas tentang SMT
Sanggar Maos Tradisi Yogyakarta merupakan sebuah padepokan yang bertujuan untuk meninjau, membaca, dan menafsir atas tradisi yang seharusnya menjadi modal kita untuk melangkah ke depan. Diinisiasi oleh aktivis, sanggar ini terbuka untuk umum sebagai ruang untuk memperbincangkan sekaligus merancang gerakan sosial dan kebudayaan hingga bagaimana melakukan implementasinya
Sanggar Maos Tradisi hadir dengan semangat untuk menggali budaya, sekaligus piranti untuk menggerakkan dinamika perubahan yang pada gilirannya diharapkan dapat memberi faedah dan manfaat positif bagi publik. (Tarom)
"Dengan dana desa, persoalan yang ada di desa saat ini sudah terfasilitasi," ucapnya.
Mahfudz menambahkan masalah terbesar adalah bagaimana pemangku kekuasaan konsisten memperjuangkan kesejahteraan desa.
“Terkadang kita gagal dalam membangun desa karena kita bingung dalam menentukan dari mana kita harus membangun,” tegasnya.
Deputi Pengembangan SDM dan Kelembagaan IRE Yogyakarta, Sugeng Yulianto, mengatakan lahirnya UU Desa memberikan kesempatan bagi desa dalam mendayagunakan aset dan potensi yang ada. Selain itu, desa juga dibekali modal atau materi yang digunakan sebagai “sangu” dalam membangun desa.
"UU Desa memungkinkan desa membangun aspek ekonomi dan sosial desa. Selain uang, desa juga dibekali dengan ruang untuk evaluasi terhadap praktik pembangunan yang sudah dijalankan. Meskipun dalam pelaksanaannya, belum sepenuhnya spirit UU Desa dapat dijalankan.
Dengan adanya UU Desa, desa diberikan kesempatan untuk memikirkan nasib desa ke depannya," ucapnya.
Dengan UU Desa, tambahnya, masyarakat diberikan kesempatan untuk mendiskusikan program yang akan dijalankan dengan dana desa yang ada. Kemanfaatan yang ada tidak hanya dirasakan oleh pihak yang terlibat langsung dalam membangun desa, tetapi masyarakat juga dapat merasakan kemanfaatan tersebut.
"Ke depan dengan adanya dana desa, desa tidak lagi tergantung pada pusat. Desa sudah diberikan hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Oleh karena itu, kekhawatiran yang ada perlu untuk dikesampingkan dan bahkan dihilangkan. Terlepas dari berbagai keberagaman regulasi yang ada, warga desa harus tetap optimis dalam menyongsong masa depan desa," tegasnya.
Pengasuh Sanggar Maos Tradisi, Arie Sujito, menjelaskan bahwa kewenangan yang dimiliki desa harus ditopang dengan partisipasi masyarakat.
“Dengan lahirnya dana desa, desa seolah mendapat suntikan vitamin dalam membangun desa. Memperjuangkan kewenangan bagi desa lebih sulit ketimbang mengalokasikan dana desa,” ungkap Arie.
Arie menambahkan, pemuda sebagai aktor dalam desa juga mampu membangun desa. Apabila mengikuti pernyataannya Pak Jokowi, dengan dana desa diharapkan perekonomian desa mampu berputar.
"Yang perlu dikukan adalah menghadirkan pendamping desa untuk menjawab kebingungan yang dihadapi oleh desa. Pelajaran yang saya petik dari UU tentang Desa adalah bagaimana membuat orang desa nyaman tinggal di desa. Perangkat desa kadang sibuk dengan urusan administratif sehingga mereka bingung dalam menjalankan mana yang harus diutamakan. Pemerintah pusat perlu menyusun juklak pelaksanaan PKT sehingga desa tidak kebingungan dalam memahami PKT," tegas Arie.
Yang perlu diperbaiki ialah peraturan turunan terkait pelaksanaan UU tentang Desa. Saat ini desa bisa menyelesaikan masalah dengan berkolaborasi dengan desa lain.
“Simpelnya UU Desa hadir untuk membuat generasi muda betah dan nyaman tinggal di desa. Bagaimana kemudian rakyat sibuk? Hidupkan BUMDes dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kemanfaatan bagi warga desa. Maju mundurnya desa ada di partisipasi warga desa,” tegasnya lagi.
Menurut Arie, formulasi kebijakan yang kurang transparan membuat lemerintah desa terjebak pada urusan-urusan teknis administratif. Pemerintah desa harus saling bersinergi dan bekerja sama. Penerapan pemanfaatan dana menjadi sebuah keputusan politk.
"Pengelolaan dana desa jangan sampai hanya terjebak pada urusan adminsitatif. Rakyat perlu dibuat untuk memiliki setiap hal yang ada di desa. Yang kita butuhkan saat ini adalah mulai mengorganisir masyarakat seperti karang taruna, perkumpulan RT atau RW. Yang penting ialah harus ada komitmen politik untuk membangun desa. Semuaya tidak sulit selama kita memiliki komitmen bersama untuk bergerak maju," pungkasnya.
Sekilas tentang SMT
Sanggar Maos Tradisi Yogyakarta merupakan sebuah padepokan yang bertujuan untuk meninjau, membaca, dan menafsir atas tradisi yang seharusnya menjadi modal kita untuk melangkah ke depan. Diinisiasi oleh aktivis, sanggar ini terbuka untuk umum sebagai ruang untuk memperbincangkan sekaligus merancang gerakan sosial dan kebudayaan hingga bagaimana melakukan implementasinya
Sanggar Maos Tradisi hadir dengan semangat untuk menggali budaya, sekaligus piranti untuk menggerakkan dinamika perubahan yang pada gilirannya diharapkan dapat memberi faedah dan manfaat positif bagi publik. (Tarom)
Kirim Komentar: