Boyolali (Soloraya Cyber) – masih mengganasnya hama padi di wilayah Kecamatan Sawit, membuat sebagian petani padi beralih menanam tembakau jenis asepan, pada musim tanam ini.
Menurut Salim (35) petani asal Desa Gombang, dirinya menanam tembakau di lahan dua pathok masing- masing seluas 2.600 m2. Lahan tersebut adalah kas desa yang dia sewa selama setahun. Sebelumnya dia menanam padi, namun gagal panen karena serangan hama wereng.
“Serangan wereng masih mengganas, kalau menanam padi nanti bisa gagal lagi,” katanya. Untuk menanam tembakau, dia harus menyiapkan uang Rp 2 juta. Selain untuk membayar tenaga yang mengolah tanah, juga untuk membeli pupuk maupun obat- obatan.
Salim berharap, hasil panen setidaknya bisa meraup untung Rp 3 juta/ pathok. Kendati demikian, diakuinya bahwa menanam tembakau juga memiliki resiko. Dijelaskan, petani tidak memiliki jaminan bahwa hasil panen akan laku dan dibeli pabrikan rokok. “Namun, bertanam tembakau masih ada harapan panen dibandingkan menanam padi yang jelas dihadapkan serangan hama terus- terusan,” katanya.
Pihaknya merasa beruntung karena mampu mengolah sendiri tembakau hasil panen. Nantinya, tembakau akan diasapi di lokasi miliknya sendiri. Bahkan, dirinya juga membeli tembakau hasil panen milik petani lainnya. Tembakau nanti dijual dalam bentuk kering ke pabrik rokok.
Hal senada diungkapkan petani lainnya, Darmono (55) yang berharap pertumbuhan tembakau bagus dan hasil panen memuaskan. Selain itu para petani memiliki cara jitu untuk mengurangi ongkos. Diantaranya dengan melakukan gotong royong saat penanaman bibit tembakau.
“Petani bergantian menanam bibit di lahan yang telah disiapkan. Jadi, mereka tak perlu mengeluarkan ongkos,” katanya.
Pada bagian lain, Tulus Budiono, Ketua DPD Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Jateng mengakui, serangan hama wereng menjadi salah satu alasan petani melirik tanaman tembakau. Bahkan, dirinya mengaku sudah mengeluarkan dana Rp 15 juta untuk membantu para petani menanam tembakau.
Menurut Salim (35) petani asal Desa Gombang, dirinya menanam tembakau di lahan dua pathok masing- masing seluas 2.600 m2. Lahan tersebut adalah kas desa yang dia sewa selama setahun. Sebelumnya dia menanam padi, namun gagal panen karena serangan hama wereng.
“Serangan wereng masih mengganas, kalau menanam padi nanti bisa gagal lagi,” katanya. Untuk menanam tembakau, dia harus menyiapkan uang Rp 2 juta. Selain untuk membayar tenaga yang mengolah tanah, juga untuk membeli pupuk maupun obat- obatan.
Salim berharap, hasil panen setidaknya bisa meraup untung Rp 3 juta/ pathok. Kendati demikian, diakuinya bahwa menanam tembakau juga memiliki resiko. Dijelaskan, petani tidak memiliki jaminan bahwa hasil panen akan laku dan dibeli pabrikan rokok. “Namun, bertanam tembakau masih ada harapan panen dibandingkan menanam padi yang jelas dihadapkan serangan hama terus- terusan,” katanya.
Pihaknya merasa beruntung karena mampu mengolah sendiri tembakau hasil panen. Nantinya, tembakau akan diasapi di lokasi miliknya sendiri. Bahkan, dirinya juga membeli tembakau hasil panen milik petani lainnya. Tembakau nanti dijual dalam bentuk kering ke pabrik rokok.
Hal senada diungkapkan petani lainnya, Darmono (55) yang berharap pertumbuhan tembakau bagus dan hasil panen memuaskan. Selain itu para petani memiliki cara jitu untuk mengurangi ongkos. Diantaranya dengan melakukan gotong royong saat penanaman bibit tembakau.
“Petani bergantian menanam bibit di lahan yang telah disiapkan. Jadi, mereka tak perlu mengeluarkan ongkos,” katanya.
Pada bagian lain, Tulus Budiono, Ketua DPD Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Jateng mengakui, serangan hama wereng menjadi salah satu alasan petani melirik tanaman tembakau. Bahkan, dirinya mengaku sudah mengeluarkan dana Rp 15 juta untuk membantu para petani menanam tembakau.
Kirim Komentar: